Ia pergi pada ketinggian. Bulu-bulunya memutih. Berpidato
lantang menyuarakan kesempurnaan. Gemetar tangan hingga kaki. Pecundang.
Ia pergi pada kerendahan. Bulu-bulunya me-lumpur. Berkisah
melankolis menceritakan kepedihan. Gemetar mata hingga bibir. Pecundang.
Ia pergi pada ketiadaan gravitasi. Bulu-bulunya menghilang.
Berenang terbang memandang kekosongan. Gemetar otak hingga hati. Pecundang.
Ia datang menuturkan kejanggalan. Pada kota-kota menantang.
Pada desa-desa tangis-senyum diadukan. Hingga pada Tuhan keputusan. Pecundang.
Ia datang menafsirkan ke-indera-an. Pada mata-mata melihat.
Pada telinga-telinga mendengar. Pada mulut-mulut bicara. Pada Pecundang.
Ia adalah sebab. Bagaimana dinamis jelas. Membentuk
menjadi-menjadi yang diwakilkan. Dibentuk sebab-sebab lain dalam pertanyaan.
Pecundang.
Ia adalah karena. Bagaimana pergi dan datang. Semakin resah
semakin pelik karena terjawab. Di-remang-kan karena-karena pandangan.
Pecundang.
Ia adalah apa. Bagaimana menjadi bagaimana. Bagaimana
menjadi sebab. Bagaimana menjadi karena. Sebab terjadinya apa karena apa.
Bagaimana Pecundang.
Ia adalah kesimpulan dari fiksi-fiksi. Pecundang berjudi
dengan teka-teki. Sebagian hambar kabar. Yang tak terasa di-rasa-rasa-kan.
Fiksi Pecundang.
Ia adalah “sebab karena apa”. Ia adalah bentuk tak bernama
yang di-nama-nama-i sembarangan. Biar rupanya fiksi. Memasukkan fiksi lagi.
Pecundang.
26 Juli 2015
No comments:
Post a Comment