Kursi tunggu
sambut datangku
Masih sangat
pagi
Satu bus hendak
ke surabaya
Masih lelap di
parkir paling timur
Ingin
kubangunkan untuk Bidadari Kecilku
Yang maksudnya
ingin ke tanah rantau
Mencari bekal
hakikat hidup
Juga mau
menidurkan kebodohan
Tunggu tetaplah
tunggu
Bus masih tak
berawak
Ku putuskan tuk
merenung saja
Melirik
gerak-gerik alam yang pasti ada keganjilan
Lalu satu
persatu ku terawang
Bingung dimana
titik pertama
Titik mana yang
akan kujadikan awal
Lalu, ku pasrahkan
mataku ke arah selatan
Ditemani asap
rokok
Petugas
kebersihan menikmati tarian khasnya
Berdansa dengan
sapu lidi
Kekasih yang
setiap pagi setia menemani
Pasukan
berseragam warna telur asin
Sibuk di ruang
elit dalam kaca
Dari kejauhan
aku melihat mereka ceria
Entah,
senyumnya buat aku ingin muntah saja
Sudah lama
Kuperhatikan
tingkah alam terminal
Pak kondektor
dan pak sopir belum bergegas juga
Aku mulai bosan
dengan warta cerita ini
Akhirnya
Pasukan warna
telur asin angkat bicara
"Bus jurusan
Surabaya waktunya diberangkatkan"
Katanya lantang
Aku haturkan
Bidadari kecilku
Menikmati ruang
kehormatan di perjalanan kemuliaan
Ia raih
tanganku
Bersalaman lalu
ucapkan salam
Tak lama
kemudian
Wanita tua
dengan tongkat kayu menghampiriku
Tangannya
menjulur tepat di bawah wajah
"Minta
uang buat makan nak" lirih kata-katanya
Lalu harga
nominal kupasrahkan
Tak puas aku
pecahkan kode alam terminal
Ku ajak ia
berpidato tentang kehidupan
"Aku tak
punya keturunan nak," semakin lirih
Aku hanya diam
Pidato
kehidupan kuwadahi dengan senyuman
Lalu tibalah
perpisahan
"Semoga
kita sama-sama diberi keselamatan nek."
Selesai, tapi
belum ada kesimpulan
Bondowoso,
11-10-2013, 7:49 WIB