Dewi Airlangga (30)
Kemarin ceritanya begini, sayang.
Malaikat hinggap di pundakku, siang, pecahan silau
menghajar, aku melawan tak ada diam. Malaikat itu hanya memperhatikan, skenario
awal segera dimulai.
Ada berbaris-baris tawa di tumpukan jiwa, siang, bertukar
canda tuangka cerita, aku hanya berirama sama. Malaikat itu hanya
memperhatikan, skenario awal segera dimulai.
Dan, ini gaduh rasa yang tertikam masa, cinta, malaikat
menaruh apalah yang aku tak paham. Tiba-tiba genjatan mata berubah rahasia, pun
geriknya berubah menjadi bahasa.
Akh, ini goda wanita yang akan mati belia, sangka hipotesa
awal, malaikat itu hanya memperhatikan, skenario awal sudah dimulai. Kemudian
waktu melumat waktu, hujan bertemu kegersangan, berkali-kali, sayang.
Mencekam bertaruh dengan jawaban, kejam, ternyata malaikat
menaruh cinta di jiwaku, sayang. Gugur peluh yang kuanggap penat itu, ternyata
kesetiaan. Dan darah itu, ternyata sebuah tinta yang membuatku disulap cinta.
Ini gila, berulang kali aku berpetualang air mata, sering,
justru ini yang bisa kusebut derita surga. setiap waktu tertatih-tatih, sayang.
Hingga kaki mati langkah memperjuangkan mimpi.
Begitu, sayang.
Tanjung, 14-11-2014
*Terkenang Bayuangga tentang Dewi Airlangga