Bait awal
begini
Seorang
wanita mapan dikenal sejak ingusan
Dari
darah terpandang
Silam ia
adalah tandingan; aku ingat
Habis
syair Aqidatul Awwam
Bolak
balik mungkin saja sejak dulu ia hafal
Bait
selanjutnya begini
Kami
dipertemukan pada takdir yang kesekian
Dibawa
oleh sekelumit masalah teknologi kekinian
Entah
hanya drama atau kebetulan saja
Cukup;
tak perlu mempertanyakan
Bait inti
begini
Entah apa
yang sedang ia rasakan
Beban apa
aku tak paham
Hanya
pada matanya perlu penafsiran panjang
Sepertinya
luka
Sepertinya
ada rahasia dibalik rahasia
Ia
menggerutu lalu kabur
Ia
mengeluh lalu pura-pura senyum
Sepertinya;
Aku
pura-pura saja santai
Pura-pura;
berlagak menasehati
Pura-pura;
berlagak paham
“Kamu mau
di posisiku?”
Ungkap ia
pada tengah laga pembicaraan
Sepertinya;
klimaks
Tak cukup
akal menerka
Kubilang
saja mau
Lalu
kabur lagi
Kemana-mana
sejarah kata itu melanglang buana
Sampai
ditangkap maghrib
Percikan
cahaya lampu pada bola matanya
Akh,
silau aku hampir buta
Bait
penutupnya begini
Meluncurlah
kawan
Aku
dibelakang memperhatikan
Pada
pertigaan itu tak usah kau ucapkan sampai jumpa
Biarlah
hati saling mendoakan sesama kita
Hidup
memang imajinasi
Dan kita
menciptakan fiksi masing-masing
Meluncurlah
kawan
Seperti
kata
“kau
lewat timur aku lewat barat
Aku malas
diantar”
Bait
selanjutnya begini
Kulanjutkan
lagi nanti
30
November 2015